harkitnas-200517

109 Tahun Harkitnas : Pemerataan Pembangunan Indonesia yang Berkeadilan sebagai Wujud Kebangkitan Nasional


Bupati Rote Ndao bertindak selaku inspektur upacara pada peringatan hari kebangkitan nasional 20 Mei 2017 tingkat Kabupaten Rote Ndao dilaksanakan dengan khikmat di halaman depan kantor Bupati Rote Ndao, Sabtu, (20/05/2017)
Hadir dalam upacara ini Wakil Bupati Rote Ndao, Jonas C. Lun, S.Pd, Unsur Forkopimda Rote Ndao, Sekretaris Daerah Rote Ndao, Pimpinan OPD beserta staf lingkup pemerintah Kabupaten Rote Ndao, para siswa SMA, SMP dan SD disekitar kota Baa.
Bupati Rote Ndao saat membacakan sambutan Menteri Komunikasi dan Informatika RI mengatakan bahwa semangat kebangkitan nasional tidak pernah memudar, namun justru semakin menunjukan urgensinya bagi kehidupan berbangsa kita hari-hari ini. Padahal semangat itu sudah tercetus setidaknya 109 tahun yang lalu, ditandai dengan berdirinya Boedi Oetomo, namun sampai sekarang tetap sangat ampuh menyatukan dan menyemangati gerak kita sebagai bangsa.
Betapa tak mudahnya para pendahulu merajut angan keindonesiaan saat itu, ketika infrastruktur transportasi dan komunikasi masih terbatas, ketika sumber daya insani yang teguh dengan memikirkan keindonesiaan masih dapat dihitung dengan jari, ketika acuan untuk memperkokoh dasar-dasar kesamaan suku bangsa dan adat masih belum mengakar kuat, ketika semuanya itu berada dalam konteks ketakutan akan kekejaman kolonialis yang siaga memberangus setiap pikiran yang mematikan hastrat lepas dari belenggu penajajahan.
Presiden Joko Widodo pada awal tahun ini telah mencanangkan penekanan khusus pada aspek pemerataan dalam semua bidang pembangunan. Bukan berarti sebelumnya kita abai terhadap aspek ini. Malah sejak awal, dalam program Nawacita yang disusun pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, aspek pemerataan mendapat porsi perhatian yang sangat tinggi. Pemerataan pembangunan antar wilayah hendak diwujudkan dengan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Pada awal tahun 2017 ini, meski angkanya membaik dibanding tahun sebelumnya, koefisien Nisbah Gini atau Gini Ratio, yang merupakan ukuran kesenjangan distribusi pendapatan dan kekayaan penduduk, masih sekitar 40%. Untuk itu bapak Presiden meminta aparat penyelenggara negara bekerja keras menurunkan indeks kesenjangan tersebut melalui berbagai langkah yang multidimensi.
Memang persoalan pemerataan hampir merupakan masalah semua bangsa. Bahkan negara-negara maju pun berkutat dengan isu kesenjangan yang sama. Beberapa bahkan mencatatkan indeks yang lebih tinggi, lebih senjang, dibanding Indonesia. Namun bagi kita mewujudkan pemerataan yang berkeadilan sosial adalah juga menjadi penghormatan terhadap cita-cita para peletak dasar bangunan kebangsaan yang menginginkan tidak ada jurang yang membatasi penyebaran kesenjangan bagi seluruh penduduk Indonesia. Bagi kita, kebangkitan nasional hanya akan berarti jika tidak ada satu anak bangsapun yang tercecer dari gerbong kebangkitan tersebut.
Berlatarbelakang pemikiran tersebut, maka kiranya tema “Pemerataan Pembangunan Indonesia yang Berkeadilan sebagai Wujud Kebangkitan Nasional” yang menjadi tema peringatan Hari Kebangkitan Nasional Tahun 2017 ini adalah pesan yang tepat dan seyogyanya tidak dapat tertanam didalam hati, namun juga segera diwujudkan melalui strategi, kebijakan, dan implepentasi dalam pelayanan kita kepada masyarakat dan bangsa.
Pemerintah terus berupaya meningkatkan aspek pemerataan pembangunan disegala sektor. Disektor kelistrikan, misalnya, pembangunan ketenagalistrikan telah dilakukan di 2.500 desa yang belum mendapat aliran listrik. Pada saat yang sama, kebijakan pemerataan dilakukan melalui subsidi listrik yang difokuskan kepada masyarakat menengah kebawah, sehingga bisa dilakukan relokasi subsidi tahun 2016 sebesar Rp. 12 triliun, dialihkan untuk menunjang sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Pemerintah juga memandang bahwa pembangunan infrastruktur diperlukan untuk meningkatkan pemerataan ekonomi dan meningkatkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk juga salah satunya infrastruktur jalan raya. Baru-baru ini Bapak Presiden berkenan menjajal langsung jalan Trans-Papua, 3.800 kilometer diantaranya telah dibuka.
Dalam bidang agraria, juga telah diluncurkan Kebijakan Pemerataan Ekonomi (KPE) yang bertumpu pada 3 pilar yaitu lahan, kesempatan dan SDM. Kebijakan ini menitikberatkan pada reforma agraria, termasuk legalisasi lahan transmigrasi, pendidikan dan pelatihan vokasi, perumahan untuk masyarakat miskin perkotaan, serta ritel modern dan pasar tradisional,
Kebijakan ini bertitik berat pada proses alokasi dan konsolidasi kepemilikan, penguasaan/akses, dan penggunaan lahan, yang dilaksanakan melalui jalur Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan Perhutanan Sosial. Melalui program Reforma Agraria ini, pemerintah mengalokasikan kepemilikan lahan TORA dan pemberian legalitas akses perhutanan sosial kepada masyarakat bawah.
Pemerintah juga melakukan upaya pemerataan di sektor Kominfo melalui program Palapa Ring, berupa proyek pembangunan jaringan tulang punggung serat optik nasional untuk menghubungkan seluruh wilayah Indonesia sehingga keberadaan internet berkecepatan tinggi (broadband) dapat dinikmati secara luas.
Satu abad lebih sejak organisasi Boedi Oetomo digagas telah memunculkan dimensi baru dalam lanskap sosial budaya seluruh umat manusia. Perubahan besar telah terjadi, yang kalau boleh kita rangkup dalam satu kata, kiranya “digitalisasi” adalah kata yang tepat.
Berkah digitalisasi yang paling nyata hampir terjadi di setiap sektor terkait dengan dipangkasnya waktu perizinan. Proses perizinan yang berlangsung ratusan hari sampai tak terhingga dipangkas secara drastis hingga enam kali lebih cepat dari waktu semula. Perizinan di sektor listrik, misalnya, dari 923 hari menjadi 256 hari, perizinan pertanian dari 751 menjadi 172 hari, perizinan perindustrian dari 672 hari menjadi 152 hari, perizinan kawasan pariwisata dari 661 hari menjadi 188 hari. Demikian juga perizinan pertanahan dari 123 hari menjadi 90 hari, perizinan kehutanan dari 111 hari menjadi 47 hari, perizinan perhubungan dari 30 hari menjadi 5 hari, perizinan bidang telekomunikasi dari 60 hari dipangkas menjadi 14 hari. Pemangkasan waktu perizinan ini dapat terlaksana berkat teknologi digital.
Dengan inovasi digital, mungkin kita dihadapkan pada kejutan-kejutan dan tatacara baru dalam berhimpun dan berkreasi. Sebagian menguatkan, namun tak kalah juga yang mengancam ikatan-ikatan kita dalam berbangsa. Satu hal yang pasti, kita harus tetap berpihak untuk mendahulukan kepentingan bangsa di tengah gempuran lawan-lawan yang bisa jadi makin tak kasat mata. Justru karena itulah maka kita tak boleh meninggalkan orientasi untuk terus mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan sosial.
Semoga kita semua bisa meniti ombak besar perubahan digital dengan selamat dan sentosa dan berbuah manis bagi orientasi pelayanan kepada masyarakat. Hanya dengan semangat untuk tidak meninggalkan satu orang pun tercecer dalam gerbong pembangunan maka Negara Kesatuan Republik Indonesia ini akan tetap jaya.
Selamat Hari Kebangkitan Nasional ke-109. Salam Indonesia Bangkit!
Tertanda Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia

Rudiantara

D